Ratusan umat Hindu mengelar ritual Mendhak Tirta di Umbul Sungsang, Banyudono, dalam rangka menyambut Hari Raya Nyepi 2015 atau Tahun Baru Saka 1973. Ritual dimulai dari halaman Pura Buana Suci Saraswati, Desa Ngaru-aru, Kecamatan Banyudono.
Menurut Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kecamatan Banyudono, Tukiman, mendhak tirta adalah ritual mengambil air di tujuh sumber mata air. Tujuh sumber tersebut, Umbul Gemuling dan Umbul Sumber Lor di Desa Ngaru-aru, Umbul Mblawong di Desa Cangkringan, Umbul Kendat, Umbul Planangan, dan Umbul Siraman Ndalem di Desa Dukuh serta terakhir di Umbul Sungsang.
“Ritual ini selalu kami lakukan karena manusia hidup selalu berhubungan dengan air. Mendhak tirta adalah ritual mengambil air di tujuh sumber mata air,” kata dia, saat ditemui di sela-sela ritual.
Ritual yang dipimpin beberapa orang Pinandita, yakni Daliman, Warno, dan Suyatno, berlangsung sakral dan khusyuk. Dijelaskan, ada makna tersendiri dari pelaksanaan mendhak tirta di tujuh umbul tersebut. Dalam Bahasa Jawa, tujuh diartikan dengan kata pitu.
“Pitutur dan pitulungan. Pitulungan, artinya berharap selalu mendapatkan pertolongan dari Tuhan yang Maha Kuasa. Pitutur, dimaknai dengan harapan agar selalu mendapat tuntunan untuk menjalankan kebaikan,” jelasnya.
Ritual mendhak tirta itu diikuti dengan upacara Mecaru, yaitu ritual menjelang Nyepi yang bertujuan agar penganut Hindu dilindungi dari hal-hal negatif selama pelaksanaan Catur Brata Penyepian.
Catur Brata Penyepian adalah puncak perayaan Hari Raya Nyepi, Sabtu (21/3). Selama menjalankan Catur Brata Penyepian umat Hindu menghindari empat hal atau tidak boleh dilakukan selama Hari Raya Nyepi.
“Tidak boleh menyalakan api yang artinya adalah mematikan api nafsu. Tidak bekerja, tidak mendengar dan menikmati hiburan, dan tidak bepergian,” tandasnnya.
0 komentar:
Posting Komentar