Syahdan, pada tahun 13-19 April 1935 M, bertepatan dengan 10-15 Muharram 1354 H, untuk pertama kalinya Muktamar NU digelar di Kota Sala, Jawa Tengah.Pada Muktamar NU yang ke-10 tersebut, NU telah berkembang menjadi salah satu organisasi yang besar, dengan memiliki anggota yang terdaftar dalam kartu anggota NU, sebanyak 68.000 orang dari 68 cabang se-Indonesia.
Para tokoh ulama besar hadir dalam gelaran akbar itu, Rais Akbar Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Bisri Syansuri, KH Mahfud Shiddiq, KHR Asnawi, Mohammad Sutisnasenjaya, KH Fakih Maskumambang dan para tamu undangan lainnya.
Tak ketinggalan, para ulama dan tokoh setempat seperti KHR. Mohammad Adnan, KH Ahmad Shofawi, KH Masyhud, KH Dimyati, KH Abu Amar, KH Ahmad Siradj Umar, KH Mudzakir, KH Mawardi dan lain sebagainya.
Dari mulai proses pembukaan hingga penutupan acara, yang dihelat di Masjid Agung, para tamu undangan, disediakan tempat penginapan. Pihak panitia sendiri sudah memesan beberapa hotel untuk menjadi tempat istirahat para peserta dari luar kota.
Namun demikian, banyak dari para kiai, justru lebih memilih tinggal di rumah sahabat mereka, atau pondok pesantren yang ada di dekat lokasi Muktamar.
“Salah satunya KH Bisri Syansuri. Pengasuh pesantren di Denanyar Jombang itu, lebih memilih tinggal di Pesantren yang diasuh KH Ahmad Siradj,” terang Kiai Zainal Arifin, belum lama ini (27/10).
KH Zainal Arifin sendiri merupakan tokoh thariqah Qadiriyah di Boyolali, sekaligus murid dari KH Shoimuri, putra dari KH Ahmad Siradj.
Singkat cerita, rupanya pondok yang terletak di daerah Panularan tersebut belum memiliki nama. Akhirnya, atas usulan dari Kiai Bisri, pesantren tersebut diberi nama “Pesantren Nahdlatul Ulama 001”.
Pada perkembangannya, pesantren “NU 001” tersebut lebih dikenal dengan nama Pesantren As-Siradj, dinisbatkan kepada nama sang pendiri pesantren, Kiai Ahmad Siradj. Nuonline
0 komentar:
Posting Komentar