Sembilan terdakwa kasus korupsi dana purnabakti DPRD Boyolali 1999-2004 dituntut pidana penjara satu tahun enam bulan dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan penjara.
Selain itu, mereka juga wajib membayar uang pengganti dana-dana purnabakti yang belum dikembalikan ke negara. “Tuntutannya sama, pidana 18 bulan dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan. Sedangkan nilai uang pengembaliannya berbeda-beda, masing-masing subsider tiga bulan penjara. Jika tidak bisa memenuhi kewajiban mengembalikan uang negara diganti pidana penjara 3 bulan,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Boyolali, Romlie Mukayatsyah, saat berbincang dengan Solopos.com, Selasa (18/10/2016).
Sidang tuntutan terhadap sembilan terdakwa yakni Muh. Amin Wahyudi, Adha Nur Mujtahid, Sumarsono Hadi, Sriyadi, Sururi, Suwardi, Anshor Budiono, Syaifudin Aziz, dan Tjipto Haryono, dilaksanakan Senin (26/9/2016) lalu.
Mereka adalah anggota Panitia Anggaran (Panggar) DPRD Boyolali periode 1999-2004. Satu orang di antaranya, yakni Sriyadi, masih merupakan anggota aktif DPRD dari Fraksi Partai Golkar.
Mereka akan menghadapi sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (31/10/2016). Dalam kasus ini mereka berperan memberikan persetujuan penetapan perubahan Perda No. 4 Tahun 2004 tentang Kedudukan Keuangan DPRD Boyolali khususnya mengatur tunjangan perbaikan penghasilan, tunjangan kesejahteraan, tunjangan purnabakti, tunjangan perjalanan dinas tetap, dan biaya penunjangan operasional pimpinan.
Kebijakan tersebut merugikan keuangan negara hingga Rp3,2 miliar. Para terdakwa dianggap melakukan perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri dan mendapatkan sejumlah uang dari kebijakan yang mereka buat.
Tiga Tersangka
Selain sembilan terdakwa itu, saat ini masih ada tiga orang lagi yang berstatus tersangka atas kasus yang sama, yakni Wakil Ketua Panitia Rumah Tangga (PRT) DPRD Boyolali 1999-2004, Probo Suhartono (Beton), serta anggota PRT, Isa Ansori dan Fathoni.
“Untuk tiga tersangka ini masih dalam proses. Kami menunggu fakta hukum dan fakta persidangan atas perkara sembilan terdakwa ini. Setelah itu kami baru baru bisa menentukan sikap,” ujar Romlie.
Kuasa hukum terdakwa Syaifudin Aziz dan Sriyadi, Budi Sularyono, menilai jaksa terlalu memaksakan kehendak tanpa alasan hukum yang sah. “Sesuai tata tertib DPRD saat itu, yang menyusun perubahan perda kedudukan keuangan DPRD adalah panitia khusus. Sedangkan klien saya, Syaifudin Aziz bukan anggota pansus bukan pula panitia rumah tangga,” kata Budi.
Budi juga menyebut Syaifudin sudah tidak menjadi anggota Panggar saat peraturan itu disahkan. “Saat itu posisinya sudah digantikan Sarman Untung. Jadi dalam bahasa hukum ini adalah error in persona.”
Budi berharap kedua kliennya bisa lepas dari tuntutan hukum karena secara umum dalam kasus ini persoalannya tentang waktu. Jaksa mendasarkan kasus ini pada anggota Panggar DPRD yang menyusun perda tidak mengindahkan SE Mendagri No. 161 tanggal 29 Desember 2003.
Sedangkan perda disusun atau dirancang kali pertama oleh pansus dan panitia rumah tangga pada 19 November 2003. “Jadi saat itu tengah terjadi kekosongan dasar hukum, belum ada pedomannya. Kami yakin klien kami Syaifudin dan Sriyadi bisa lepas dari tuntutan.”
0 komentar:
Posting Komentar