Home » » Hancurnya Mitos WTP Boyolali

Hancurnya Mitos WTP Boyolali

Written By Boyolalikita on Rabu, 25 Februari 2015 | 20.39.00

HUT BOYOLALI
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) telah membuat Bupati Boyolali tersenyum karena melalui perwakilannya di Jawa Tengah, lembaga pemeriksa keuangan pemerintah ini memberikan penilaian tertinggi dalam pengecekan keuangan daerah, yakni opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Akibatnya, selama 3 (tiga) tahun berturut ini, yakni tahun 2011, 2012 dan 2013 Bupati Boyolali berbangga diri dengan gelar opini WTP dari BPK terkait audit laporan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali.

Sayangnya, Pemkab Boyolali justru melakukan euforia yang berlebihan dengan menggembar-gemborkan kepada rakyat karena telah berhasil memperoleh opini WTP. Pemkab melakukan publikasi yang luar biasa atas prestasi mendapat opini WTP. Mereka mempromosikan kepada masyarakat dan penegak hukum, baik kejaksaan dan kepolisian bahwa pemerintahannya telah meraih opini WTP. Seolah-olah, pascameraih opini WTP Boyolali, maka pihak penegak hukum sudah tidak perlu lagi melakukan pemeriksaan atas pengelolaan Pemkab setempat.

Rakyat seolah tidak sadar bahwa selama ini Pemkab hanya memanfaatkan stempel opini WTP dari BPK untuk berlindung dari penegak hukum. Pemkab  seakan sembunyi dibalik opini WTP, seolah-olah opini yang diberikan BPK menjadi klaim pemerintahannya bersih dari korupsi. Adalah wajar apabila kemudian Pemkab setempat ambisius memburu predikat opini WTP atas hasil audit laporan keuangannya.
Secara administrasi, keberadaan opini WTP memang dapat menjadi salah satu indikator akuntabilitas dan transparansi pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah Boyolali. Tetapi, opini WTP tidak menjamin bahwa Boyolali kemudian tidak ada korupsi. Karena yang namanya indikasi korupsi selalu bersifat tersembunyi dan para pelaku tentunya selalu berusaha menutupi secara maksimal. Inilah yang harus dibangun sebuah kesadaran rasional bagi rakyat atas keberadaan penilaian opini WTP Boyolali.
Artinya, meskipun Pemkab Boyolali saat ini meraih opini WTP bukan menjadi jaminan bebas dari korupsi, karena teknik audit yang dilakukan BPK sampai saat inipun masih menggunakan teknik sampling, belum sampai pada tahap populasi. Untuk memastikan pemberian opini WTP benar- benar bebas korupsi, maka BPK dalam melakukan audit ke depannya harus menggunakan sistem populasi. Kalau teknik sampling ini dilakukan, kemungkinan bebas korupsi baru bisa terjadi.
Bukan Jaminan
Begitu sayangnya penulis kepada Pemkab Boyolali, tentu sangat prihatin atas sikap euforia pascamemperoleh opini WTP. Euforia berlebihan ini justru dikhawatirkan penulis karena bisa menimbulkan kelalaian pada saat mengelola keuangan daerah secara baik. Meski telah berhasil meraih opini WTP, bukan berarti Boyolali bebas dari indikasi tindak pidana korupsi. Karena keberadaan BPK juga bukan institusi yang tegas menetapkan bersalah atau tidak bersalahnya dari sebuah laporan keuangan daerah, melainkan hanyalah berpatokan pada mekanisme asas kewajaran semata.
Kalau kita mau jujur, rakyat Boyolali harus dijelaskan supaya tidak timbul persepsi salah dari masyarakat bahwa selama ini opini WTP berarti bebas korupsi. Pada akhirnya, opini WTP menjadi obsesi semua pimpinan daerah, termasuk Bupati Boyolali. Sehingga, keberadaannya menjadi ajang pamer dari para pimpinan lembaga daerah. Akhirnya, muncullah pengumuman sangat gencar, seolah menunjukkan PemkabBoyolali yang memperoleh opini WTP ini sudah bersih dari penyimpangan dan penyelewenangan terhadap korupsi.
Rakyat tentu saja tidak ingin pimpinan daerahnya memerintahkan anak buah guna menyuap auditor BPK supaya hasil pemeriksaan beropini WTP. Rakyat Boyolali harus diingatkan atas kasus dua orang auditor BPK Perwakilan Jawa Barat yang divonis empat tahun penjara karena terbukti menerima suap ratusan juta dari pejabat Pemkab Bekasi. Fakta penyuapan tersebut dilakukan supaya hasil Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Bekasi memuat opini WTP. Inilah pesan penulis kepada Pemkab Boyolali dalam rangka mengejar prestasi opini WTP.

Selain itu, fakta opini WTP di Kementerian Agama RI justru menjadi cerita ironis. Karena pasca-BPK menyerahkan hasil audit dengan status WTP kepada Menteri Agama RI beberapa waktu sebelumnya, tetapi tidak lama kemudian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil membongkar korupsi pengadaan kitab suci Alquran. Inilah fakta bahwa opini WTP tidak menjadi jaminan bagi sebuah daerah bebas dari korupsi bagi sebuah institusi pemerintahan, termasuk Boyolali.
Mitos Hancur
Jika keberadaannya dikaitkan dengan pemberantasan korupsi, tentu opini WTP bukan cerminan aparatur Pemkab Boyolali saat ini. Buktinya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Boyolali telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek Bendung Penggung, Desa Karangjati, Kecamatan Wonosegoro, Kabupaten Boyolali. Satu tersangka adalah kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Boyolali yang juga mantan kepala Dinas Pekerjaan Umum, Pertambangan, Perhubungan, dan Kebersihan (DPUPPK) Boyolali. Sementara tiga tersangka lainnya adalah PNS Boyolali dan satu tersangka adalah pensiunan PNS Boyolali. (Joglosemar, 18/7/2014)
Langkah Kejari Boyolali yang berani menuntaskan kasus Bendung Penggung ini telah membuktikan bahwa mitos opini WTP yang selama ini berarti bebas korupsi adalah salah. Apa yang selama ini dibanggakan Bupati Boyolali dan jajarannya bahwa Boyolali mendapat opini WTP dan seolah tidak ada korupsi adalah salah besar. Kasus Bendung Penggung menjadi tamparan keras bagi Bupati Boyolali yang selama ini begitu yakin bahwa Boyolali tidak ada korupsi karena mendapat opini WTP.
Untuk itulah, rakyat Boyolali jangan mau dibodohi, tetapi harus mau belajar memahami bahwa pemeriksaan opini WTP bukan untuk melihat ada atau tidaknya korupsi, melainkan untuk mengetahui apakah laporan keuangan sudah disajikan secara wajar sesuai standar akuntansi pemerintah atau belum. Keberadaan audit atas laporan keuangan BPK tidak didesain secara khusus untuk menemukan dugaan korupsi. Audit atas laporan BPK ini ditujukan untuk menilai kewajaran penyajian laporan keuangan melalui kriteria Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kehandalan Sistem Pengendalian Intern (SPI), kecukupan pengungkapan dan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku.
Bahkan, hasil pemeriksaan BPK tidak menilai benar atau salahnya suatu laporan, tetapi wajar tidaknya penyusunan laporan keuangan. Kalau laporannya disajikan secara wajar sesuai standar akuntansi yang baik, bisa saja kemudian hari laporan keuangannya mendapat opini WTP. Sebaliknya, opini WTP Boyolali selama ini justru telah menjadi mitos menyesatkan karena dianggap menjadi daerah bebas dari segala korupsi.
Karena opini WTP tidak menjadi jaminan bagi sebuah daerah bebas dari korupsi, maka jika ada indikasi korupsi terjadi di jajaran pemerintahan daerah, diharapkan kepolisian, kejaksaan atau pun KPK segera cepat untuk menanganinya. Rakyat tentu tidak ingin, ada koruptor bersembunyi di balik opini WTP Boyolali. Rakyat kini sadar bahwa mitos opini WTP Boyolali tidak ada korupsi adalah salah besar. Selamat kepada Kejari Boyolali yang berhasil menghancurkan mitos opini WTP Boyolali bebas korupsi dan lanjutkan pembersihan korupsi di Boyolali!
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BOYOLALI KOMUNITAS - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger