Aktivitas penambangan galian C ilegal di Lereng Merapi, Kecamatan Selo, tetap beroperasi meski diprotes dimana-mana. Ternyata perputaran uang setiap harinya mencapai Rp 500 juta perhari. Nominal tersebut baru sebatas harga pasir, dimana setiap rit seharga Rp 450 ribu hingga Rp 500 ribu rupiah.
“Setiap hari setidaknya ada 900 hingga 1.000 truk yang datang,” kata Tumar, salah satu tokoh masyarakat di Desa Jrakah, Selo, Rabu (2/3).
Ditambahkan, perputaran uang semakin besar, bila ditambah dengan penarikan uang damai di jalan yang dilewati sopir truk oleh warga sekitar. Setidaknya ada 30 pos penarikan yang didirikan warga sekitar, mulai dari Cepogo hingga Selo. Di setiap pos, sopir truk membayar antara Rp 1.000 hingga Rp 2.000 sekali melintas. Uang damai tersebut digunakan warga untuk perbaikan jalan dan keamanan.
“Belum lagi pendapatan di warung makan yang biasa dipakai sopir mangkal,” tambahnya.
Sementara terkait dengan perijinan, Tumar mengaku sangat sulit mendapatkan. Dia mengaku sudah mengajukan ijin lewat Badan Lingkungan Hidup Boyolali, namun hingga kini belum diproses.
“Tidak tahu kenapa, infonya ijin dari Pemprov dengan rekomendasi pemkab, tapi ya sampai sekarang belum turun,” tambahnya.
Tumar sendiri mengaku sempat menambang pasir dan batu di kawasan Jurang Grawah, Kecamatan Cepogo. Namun kegiatan penambangan tersebut sempat ditegur Satpol PP Boyolali dengan alasan tak ada ijin dan IMB. Tumar beralasan, penambangan di lokasi tersebut dilakukan karena lokasi mau dibangun ruko.
“Saya hanya ngeruk pasirnya saja,” ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan penambang lain, Suhartono, yang melakukan penambangan di Desa Klakah, Selo, belum pernah mengajukan ijin penambangan, dikarenakan sulitnya mendapatkan ijin. Suhartono sendiri memiliki penambangan manual di Kali Apu.
“Provinsi yang mempersulit, kita tetap menambang untuk penopang keluarga,” katanya.
0 komentar:
Posting Komentar