Malang nian nasib Dwi Sugiyanto alias Rebo (17), anak kedua dari Tawiyem (45), warga Dukuh kedungmulyo, Desa Kedungmulyo, Kecamatan Kemusu. Ia menderita kelumpuhan sejak berumur enam bulan. Tubuhnya pun tumbuh tak normal dengan kondisi kurus kering akibat kekurangan gizi.
Di dalam rumah berdinding kayu berlantai tanah yang secara gamblang mendeskripsikan kemiskinan yang menahun, Rebo tergolek lemah di sebuah ayunan di pengapnya kamar. Meski berusia remaja, tubuhnya sangat kecil. Tonjolan tulang terlihat mendominasi penampilan fisiknya. Saat kamarnya dihampiri wartawan, Senin (18/1), Rebo mengerang lirih, terdengar seperti tangisan.
Diceritakannya, kemalangan Rebo bermulai saat ia menderita panas di usia enam bulan. Dia menderita demam dan kejang-kejang. Orang tuanya lalu membawa Rebo ke sebuah rumah sakit di Sragen. Namun karena tak punya biaya, ia hanya diperiksa dan tak dirawat inap sampai penyakitnya benar-benar sembuh.
Sejak itulah, tubuh Rebo mengalami kelumpuhan. Tawiyem berujar, sekedar merangkak atau tengkurap saja Rebo tidak bisa. Saban hari Rebo hanya tergolek di ayunan di sebuah ruangan yang pengap. Saat kejang-kejangnya kambuh, Tawiyem terkadang menyelipkan sendok di mulut Rebo agar lidahnya tak tergigit.
Kemiskinan makin memperparah Rebo. Selain tak tumbuh sempurna, kurangnya gizi membuat tubuh Rebo hanya bersisa kulit dan tulang. Terlebih saat ayah Rebo meninggal enam tahun lalu. Tawiyem yang sehari-hari berkerja mencari kayu bakar. Paling-paling penghasilan Tawiyem Rp 20 ribu per hari dari dua bongkok kayu yang dikumpulkannya. Tawiyem juga bertani seadanya di Sabuk Hijau Waduk Kedung Ombo dengan penghasilan yang tak tentu. Dengan penghasilan segitu, ia harus menghidup enam enam mulut. Selain ketiga anaknya, termasuk Rebo, ia juga mesti merawat ibunya yang sudah renta serta kakaknya yang menderita gangguan jiwa.
Meskipun ia mempunyai kartu BPJS, namun Tawiyem tak menggunakannya sebab terkendala ongkos transportasi serta ongkos-ongkos lain yang mungkin diperlukan untuk perawatan anaknya. Meski nasib baik sepertinya enggan menghampiri, namun ia bertekad tetap merawat anak dan keluarganya semampunya.
"Biarlah seperti ini. Akan saya rawat semampu dan sekuat yang saya bisa," ucapnya dalam bahasa jawa.
Febrilia, Bidan desa setempat menjelaskan, kondisi kesehatan Rebo sangat mengkhawatirkan. Lingkar lengannya saja hanya 13 cm dengan tinggi badan hanya 140 cm. Pertumbuhan tak normal tersebut selain disebabkan kelumpuhan, juga diakibatkan gizi buruk diderita akibat terbelit kemiskinan.
0 komentar:
Posting Komentar