Home » » Dari 35 Kab/kota se Jateng Boyolali peringkat ke 9 dalam Penularan HIV/Aids

Dari 35 Kab/kota se Jateng Boyolali peringkat ke 9 dalam Penularan HIV/Aids

Written By Boyolalikita on Senin, 28 Desember 2015 | 19.58.00

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali masuk peringkat kesembilan penularan HIV/AIDS tertinggi di Provinsi Jateng. Pekerjaan sopir masuk risiko tinggi paling rawan tertular penyakit mematikan tersebut.
Sekretaris Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Boyolali, Basuki, mengatakan tahun ini peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) secara nasional diketuai Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Sementara di tingkat daerah diketuai Dishubkominfo.
“Peringatan HAS di Boyolali melibatkan Organda [Organisasi Angkatan Darat] dan sopir angkutan kota dan angkudes,” ujar Basuki saat membuka acara peringatan HAS di Terminal Sunggingan, Selasa (22/12/2015).
Basuki mengatakan pekerjaan sebagai sopir masuk peringkat tujuh risiko tinggi terlular penyakit HIV/AIDS. Peringkat pertama sudah pasti paling berisiko tertular adalah pekerja seks komersial (PSK).
“Berdasarkan teori ada tiga kategori yang mempunyai risiko tinggi penyakit mematikan itu yakni 3 M [Men, Mobile, dan Money]. Laki-laki paling paling mendominasi tertular penyakit itu,” kata Basuki.
Basuki mengatakan dari data KPA Provinsi Jateng dari 35 kabupaten/kota di Jateng, Boyolali masuk peringkat sembilan tertinggi kasus HIV/AIDS dengan jumlah 81 kasus. Perinciannya 44 kasus HIV dan 37 AIDS data Januari-September 2015. Pekerja sopir paling banyak mendominasi tertularnya penyakit mematikan itu.
“Kami sudah berusaha keras meminta agar pengusaha bus, angkudes, dan angkutan kota memberi pemahaman kepada sopirnya agar tidak sembarangan ‘jajan’ di pinggir jalan,” kata dia.
Sementara itu, Sekretaris KPA Boyolali, Titik Sumartini, mengatakan jumlah penderita HIV/AIDS di Boyolali mulai 2005-2015 sebanyak 270 kasus. Dari jumlah itu sebanyak 74 orang meninggal dunia.
“Kami selalu berusaha menekan angka kasus HIV/AID di Boyolali dengan menggelar sosialisasi dari tingkat kota hingga desa,” ujar Titik.
KPA Boyolali, kata dia, tidak membuat tempat khusus untuk menampung semua penderita HIV/AIDS karena dikhawatirkan justru akan menimbulkan stigma negatif di masyarakat. Ia mengaku sampai sejauh ini masyarakat Boyolali dalam pemahami kasus HIV/AIDS sudah sangat baik sehingga tidak sampai ada kasus penderita HIV/AIDS dikucilkan oleh masyarakat seperti yang terjadi di Solo.
“Sebanyak puluhan sopir mengikuti tes HIV dan VCT [Voluntary Counseling Test] hasilnya untuk sementara negatif,” ujar Titik.

Solopos
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BOYOLALI KOMUNITAS - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger