Media barat kemungkinan akan membingkai pelaku kejahatan ini dan berspekulasi, bahwa hal ini sebagai kejahatan anti-Muslim biasa, sama dengan cara mereka memandang kebanyakan penjahat anti-Muslim - yang gila, fanatik sesat yang bertindak sendirian. Berpatokan pada penulisan berita di masa lampau mengenai serangan oleh anti muslim, maka sangat kecil kemungkinan dugaan bahwa pembunuh bertindak atas dasar ideologi atau sebagai bagian dari sebuah pola yang lebih besar atau sistem.
Tapi bagaimana jika tindak kekerasan anti-Muslim yang konsisten dengan setidaknya beberapa jalinan ideologi Barat saat ini? Bagaimana jika Islamofobia telah menjadi begitu biasa, sehingga diterima, bahwa sekarang merupakan sistem hegemonik pemikiran, setidaknya untuk beberapa kelompok warga yang relatif besar di beberapa daerah Barat?
Mengingat apa yang kita ketahui baik tentang penggambaran media barat tentang Islam dan Muslim di satu sisi, dan efek media dan teori di sisi lain, sangatlah sulit untuk mengabaikan representasi media barat sebagai faktor potensial penyebab sentimen dan kejahatan anti-Muslim. Tapi bagaimana jika tindak kekerasan anti-Muslim yang konsisten dengan setidaknya beberapa jalinan ideologi Barat saat ini? Bagaimana jika Islamofobia telah menjadi begitu biasa, sehingga diterima, bahwa sekarang merupakan sistem hegemonik pemikiran, setidaknya untuk beberapa kelompok warga yang relatif besar di beberapa daerah Barat?
Bahkan, ada kemungkinan bahwa sentimen dan kejahatan anti-Muslim, setidaknya sebagian, didorong oleh satu sisi, sempit, sensasional, dan bisa dibilang fanatisme media barat dalam menggambarkan Islam dan muslim.
Banyak akademisi - termasuk Edward Said, Elizabeth Poole, Kai Hafez, Milly Williamson, Karim Karim, Teun Van Dijk, Kimberly Powell, dan Dina Ibrahim, antara lain - telah melakukan studi akademis dan meneliti liputan berita barat tentang Islam dan Muslim.
Hasilnya menunjukkan bahwa umat Islam sering digambarkan media barat sebagai sesuatu yang identik dengan kekerasan, kuno, fundamentalis dan mengancam peradaban barat. Liputan berita barat jarang menyoroti Islam kecuali dalam kaitan untuk menunjukkan kasus yang terkait kekejaman, dan muslim jarang disebutkan dalam konteks berita yang positif atau damai.
Beberapa studi telah menemukan bahwa umat Islam digambarkan sebagai kelompok homogen yang kurang keragaman dan perbedaan, dan analisis lain menunjukkan bahwa pemberitaan atas konflik kekerasan di negar berpenduduk mayoritas muslim, cenderung mengabaikan konteks dan keadaan, hanya untuk menyiratkan bahwa Islam adalah agama kekerasan dan rawan konflik.
Studi lain menunjukkan tidak konsistennya liputan tentang konflik kekerasan global dan regional. Ketika orang-orang Kristen, Yahudi dan non-Muslim dibunuh oleh Muslim, Islam diidentifikasi sebagai pihak bertanggungjawab dan memainkan peran secara langsung. Namun, ketika umat Islam dibunuh oleh orang-orang Yahudi, Kristen dan non-Muslim, identitas keagamaan pelaku kekerasan yang menyerang Islam, cenderung dianggap sebagai hal yang remeh, diabaikan dan tak pernah dituliskan.
Konflik yang terjadi di Burma merupakan contoh bagus dari kasus penyerangan kepada muslim. Ada sedikit liputan media barat pada penganiayaan yang baru-baru terjadi pada umat Islam Rohingya, yang oleh Human Rights Watch dinilai sebagai kategori pembunuhan massal, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan pembersihan etnis.
Baru-baru ini, jaringan berita televisi Amerika telah menggarisbawahi dugaan hubungan antara kelompok-kelompok seperti Al-Qaeda dan ISIL, di satu sisi, dan ajaran agama Islam di sisi lain. Analis yang menyatakan bahwa "Islam adalah masalah" diberikan tempat terhormat di talk show dan program berita terkemuka, sementara suara-suara ulama muslim diabaikan secara sistematis.
Sebagai catatan- dan meskipun fakta bahwa setiap tindakan terorisme Muslim dikutuk oleh semua universitas Islam terkemuka, dewan ilmiah Islam, organisasi-organisasi Islam, pemerintahan Muslim, dan ahli hukum Muslim terkemuka – masih ada beberapa rengekan dari tokoh media yang mengeluh bahwa Muslim tidak mengutuk terorisme.
Hebatnya, beberapa tokoh media terkemuka sistematis mengabaikan kecaman muslim terhadap terorisme dan kemudian berteriak keras bahwa umat Islam tidak mengutuk teror. Baru-baru ini, baik Rupert Murdoch maupun Piers Morgan mengklaim bahwa umat Islam memiliki tanggung jawab terbesar untuk membasmi dan mengalahkan kelompok seperti al-Qaeda dan ISIL.
Dalam banyak wacana berita barat, implikasinya selalu tampak jelas; masyarakat Barat harus curiga Muslim - semua Muslim.
Diabaikan dalam analisis ini, tentu saja, adalah fakta bahwa warga muslim di banyak negara yang mayoritas warganya muslim, sering sibuk berjuang melawan kediktatoran brutal (yang sering didukung oleh negara-negara barat, termasuk Amerika Serikat), kemiskinan akut, dan kampanye pengeboman yang sudah menjadi hal yang lumrah, semua ini telah membantu menciptakan kondisi di mana kelompok-kelompok seperti al-Qaeda dan ISIL - keduanya membunuh lebih banyak Muslim dari non-Muslim - berkembang.
Dalam banyak wacana berita barat, implikasinya selalu tampak jelas; masyarakat barat harus mencurigai Muslim - semua Muslim. Berbagai pakar telah mengambil tempat di tmedia terkemuka untuk menawarkan perkiraan meningkatnya jumlah teroris muslim, dengan menunjukkan bahwa "kedamaian" yang ditawarkan oleh Islam dan umat muslim, hanyalah terjadi pada segelintir umat Islam yang dianggap ‘salah memahami’ ajaran agama mereka yang secara turun temurun mewariskan kekerasan.
Selalu diabaikan bukti empiris - yang sebenarnya ada cukup banyak - menunjukkan bahwa umat Islam tidak lebih keras daripada non-Muslim dan mayoritas Muslim percaya, terorisme sangatlah keji.
Tak mengejutkan, diskusi yang diadakan pada program berita telah menjadi problem struktural yang terkait dengan berita barat, dan yang penting, ketidakseimbangan dasar dalam menghadirkan narasumber. Mengapa, misalnya, Hamza Hansen, seorang intelektual publik Amerika Muslim papan atas, tidak diberikan kesempatan untuk menjadi pembicara tetap di jaringan media berita sementara, seorang anti-Islam fanatik muncul untuk membedah sumber tekstual Islam padahal mereka tak memenuhi syarat untuk menafsirkan?
Hal yang tak kalah penting. media hiburan barat juga menerima evaluasi ilmiah yang tidak menguntungkan. Dalam studi paling komprehensif dan sistematis film-film Hollywood yang dilakukan hingga saat ini, pakar media Jack Shaheen memeriksa film-film yang merepresentasikan Arab dan Muslim dalam 100 tahun terakhir perfilman Hollywood.
Ia menemukan bahwa mayoritas dari 900 film yang telah diperiksanya, Arab dan umat muslim digambarkan sebagai "brutal, kejam, fanatik agama tidak beradab dan memiliki budaya gila-uang orang lain, dan bertekad meneror peradaban barat terutama Kristen dan Yahudi.".
Tidak ada seorangpun yang mampu memberi gambaran bahwa organisasi media barat dan media hiburan harus sama sekali mengabaikan penggambaran negatif tentang Muslim. Ini akan menjadi tidak masuk akal, terutama mengingat pentingnya liputan mengenai terorisme global dan menempatkan keterlibatan muslim secara adil dalam peristiwa negatif tersebut.
Meski tak masuk akal, namun, perlu kiranya meminta sebuah peristiwa dikontekstualisasikan, dan digambarkan lebih adil, termasuk melakukan pemeriksaan kritis terhadap akar penyebab terorisme, mendengarkan pendapat dari kelompok Muslim, dan melakukan liputan berita yang berimbang, untuk memisahkan muslim biasa dari kelompok-kelompok seperti al-Qaeda dan ISIL.
Menurut literatur ilmiah, pola penyajian berita sebetulnya cukup jelas. Beberapa media sangat adil dan seimbang dalam melakukan peliputan berita dan media dan media hiburan menggambarkan muslim secara simpatik. Meskipun, secara umum, Islam dan muslim masih digambarkan secara negatif dan memiliki stereotip tertentu, terutama di beberapa media barat yang cukup besar.
Pada satu titik, dapatkah kita membuat sebuah organisasi yang setidaknya sebuah bagiannya bertanggung jawab untuk menangkis sentimen anti-Muslim yang mencengkeram banyak negara Barat?
Atau, yang lebih penting, kapankah media barat mendirikan sendiri organisasi tersebut? ***
Ditulis oleh: Mohamad Elmasry
(Catatan: Dr Mohamad Elmasry adalah asisten pengajar di Jurusan Komunikasi Universitas Alabama Utara - University of North Alabama).
Tiga warga muslim Amerika dibunuh pada hari Selasa (10/2/2015) di sebuah kamar asrama Universitas Carolina Utara (University of North Carolina). Kejahatan ini terjadi menyusul serangan anti-Muslim baru-baru ini di Eropa, yang dilakukan sebagai respon jelas bagi serangan kepada majalah Charlie Hebdo di Paris Januari lalu.
piyungan
0 komentar:
Posting Komentar