Pakar pertanian peneliti tanaman langka Kepuh (sterculia foetida) yang populer disebut "pohon gendruwo", Dr. Endang Yuniastuti, berharap tanaman yang di Tatar Sunda dikenal sebagai Kalumpang dan banyak tumbuh di pekuburan tersebut, dapat dikembangkan sebagai pelindung lingkungan sekaligus penghasil energi alternatif terbarukan.
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (FP-UNS) Solo itu, mengungkapkan, berdasarkan hasil penelitiannya "pohon gendruwo" merupakan tanaman keras yang mengandung potensi ganda. Pohon Kepuh yang bisa berumur ratusan tahun, memiliki karakteristik ramah terhadap struktur tanah.
"Tanah di sekitarr pohon Kepuh selalu subur dengan unsur hara tinggi. Di pedesaan, biasanya di sekitar pohon Kepuh terdapat sumber air. Itu artinya akar pohon Kepuh memiliki kemampuan mengikat air yang sangat berguna bagi manusia lingkungan hidup," jelasnya kepada "PRLM", Sabtu (7/2/2015) di Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNS.
Di samping karakteristik pohon Kepuh atau Pranajiwa sebagai tumbuhan penjaga lingkungan, pada awalnya Dr. Endang lebih tertarik terhadap kandungan kimiawi dalam buah Kepoh sebagai bahan baku minyak pelumas. Bahkan, dalam penelitian terakhir dosen FP-UNS itu, dari buah Kepuh dapat dihasilkan bakar bakar biofuel yang ramah lingkungan dan terbarukan.
Sejak lima tahun terakhir, Dr. Endang Yuniastuti telah mengembangkan tanaman Kepuh di berbagai daerah, seperti Kab. Grobogan, Kab. Boyolali, Kab. Wonogiri, Kab. Sragen dan lain-lain. Di Kab. Srgaen saja, saat ini terdapat 1.000 batang lebih tumbuhan Kepuh berusia sekitar lima tahun yang sudah berbuah.
Pada awal 2008, menurut Dr. Endang, dia bersama tim mengolah buah Kepuh yang di Batak disebut halumpang, di Madura disebut kekompang, di Bali disebut kekepahan, dan sebagainya itu menjadi bio-oil kemudian dikembangkan menjadi biosolar dengan proses menghilangkan lemak jenuh.
"Setiap pohon Kepuh berusia di atas lima tahun, rata-rata bisa menghasilkan satu ton buah dengan rendemen 50 persen. Dari satu ton buah itu bisa menghasilkan 250 liter minyak solar. Kalau sudah diterapkan teknologi panen, masyarakat akan dapat memungut buah seharga Rp 5.000,- per kilogram," jelasnya tentang manfaat lain buah Kepuh.
Bertolak dari hasil penelitian ilmiah tersebut, dosen FP-UNS itu berharap, berbagai pihak dapat memanfaatkan tanaman Kepuh untuk berbagai kepentingan. Hal itu sejalan dengan upaya Kementerian Ristek dan Dikti dalam mendorong hilirisasi penelitian di peguruan tinggi \.
0 komentar:
Posting Komentar