Serangan hama ulat mulai mengancam hasil panen kedelai di Desa Banyusri, Wonosegoro. Akibatnya, panen kedelai kali ini kurang bagus.
Selama ini, ancaman yang dihadapi petani kedelai ada dua, yaitu ancaman banjir di musim penghujan dan serangan ulat.
Menurut salah satu petani, Salimin (47) serangan ulat biasanya terjadi di musim kemarau. Ironisnya lagi, serangan ulat ini selalu muncul saat polong mulai terisi kedelai.
Beruntung, dirinya segera melakukan upaya pembasmian dan bisa panen meski hasilnya tidak maksimal. Dari lahan seluas 300 m2, dia mendapatkan kedelai sebanyak 15 bakul, dimana setiap bakul berisi 10 liter.
“Saat ini harga kedelai mencapai Rp 61.000/ bakul,” katanya, Sabtu (13/9).
Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan (Distanbunhut) Boyolali, Bambang Purwadi mengakui, produksi kedelai di Boyolali minim, berkisar 4.000 – 5.500 ton/ tahun. Pengembangan kedelai sebagian besar di kawasan Boyolali bagian utara.
Antara lain, wilayah Kecamatan Juwangi dan Kemusu yang memanfaatkan sebagian tanah milik Perhutani. Juga kawasan ladang tadah hujan di Wonosegoro, Nogosari, Sambi dan Simo.
“Minimnya produksi kedelai disebabkan petani enggan menanam komoditas tersebut, alasan klasik, tanam kedelai rumit dan pemupukan harus tepat waktu,” tandas Bambang Purwadi.
0 komentar:
Posting Komentar