Zakat adalah nama bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu. (Al Mawardi dalam kitab Al Hawiy). Sedangkan didalam pendapat yang lain, zakat adalah suatu nama bagi harta yang khusus diambilkan daripada harta yang khusus atas jalan yang dikhususkan yang dipergunakan untuk kelompok yang khusus.”(Syaikh Ibrahim Bajuri).
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.s. at-Taubah: 103).
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan salah satu unsur tegaknya Islam. Oleh karena itu, zakat hukumnya wajib (fardhu) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Zakat terdiri dari zakat harta dan zakat jiwa. Tujuan zakat adalah membersihkan. Yaitu membersihkan harta dan jiwa.
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Mahabijaksana.” (Q.s. at-Taubah: 71).
Zakat dan Kehidupan Sosial
Secara Sosiologis, zakat adalah refleksi dari rasa kemanusiaan, keadilan serta ketakwaan seseorang kepada orang lain yang dimiliki oleh orang kaya. Pada dasarnya, makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri, dan mareka saling membutuhkan satu sama lain.
Zakat sangat berhubungan dengan kehidupan sosial, karena zakat berhubungan dengan pemberi dan penerima. Sehingga, di dalam konsep zakat saling berhubungan antara sesama manusia dan saling berinteraksi. Bahkan, zakat ini membuat ikatan antara yang kaya dengan yang miskin semakin harmonis.
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (Q.s. az-Zariyat: 19).
Berdasarkan ketentuan yang ada dalam al-Qur’an, zakat yang telah dikeluarkan oleh wajib zakat (muzakki) diserahkan kepada delapan golongan penerima zakat (fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, fi sabilillah dan ibnu sabil). Namun dalam perjalanannya, tidak semua penerima zakat (mustahiq) yang disebutkan itu ada dan boleh jadi sebagian dari mereka atau seluruhnya tidak ada. Dan ketika itu diberlakukan sesuai yang ada.
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.s. at-Taubah: 60)
H.M. Rasjidi dalam bukunya Hari Depan Peradaban Manusia (Serial Media Da’wah No 37), menyebutkan zakat adalah suatu revolusi sosial. Sebelum Islam, pengertian sedekah adalah pemberian orang yang punya kepada orang yang tidak punya. Islam merubah konsep charity (belaskasihan) yang diberikan secara suka rela menjadi hak orang yang tidak punya.
“Rasulullah pasca hijrah di Madinah tidak langsung mengganti sedekah menjadi zakat yang bisa berakibat umat Islam di masa itu melupakan sedekah. Tetapi Islam melakukan transformasi makna terhadap perbuatan menyantuni orang miskin, yaitu tidak sebatas bersifat charity saja. Dalam pendekatan bahasa, charity (Inggris) berasal dari bahasa Latin, caritas, artinya kedermawanan dan amal baik,” (M. Fuad Nasar, Baznas).
Pendisbustrian zakat kepada mustahik selain menjalankan perintah Allah SWT, juga sebagai bentuk distribusi keadilan ekonomi yang akan membantu sesama. Hal iIni menjadi perwujudan dari manusia yang bersosial dan saling keterkaitan dan membutuhkan.
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)”. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, Maka Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (Q.s. Saba: 39).
Bahkan, demi kelancaran hubungan sosial melalui zakat, maka siapa pun yang tidak mau memberi zakat saat sudah mampu, Islam akan menindak dengan tegas. Bahkan sampai mereka diperangi sehingga mau menyerahkan zakatnya.
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” “Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, Lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, ‘Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (Q.s. at-Taubah: 34-35)
Rasulullah saw. bersabda, “Tidak seorang pun yang memiliki simpanan, kemudian ia tidak mengeluarkan zakatnya, pasti akan dipanaskan simpanannya itu di atas jahanam, dijadikan cairan panas yang diguyurkan di lambung dan dahinya, sehingga Allah berikan keputusan di antara para hamba-Nya di hari yang lama seharinya sekitar lima puluh ribu tahun, sampai diketahui ke mana perjalanannya, ke surga atau neraka.” (Asy-Syaikhani).
Sumber: Dakwatuna
0 komentar:
Posting Komentar