Home » , , » Manusia Sabar adalah manusia yang efisien

Manusia Sabar adalah manusia yang efisien

Written By Boyolalikita on Rabu, 13 Agustus 2014 | 02.38.00



Sabar tidak identik dengan nrimo dan kerja alon-alon, sabar yang dilandasi dengan keimanan dan kepahaman justru akan meningkatkan efisiensi umat ini dalam segala bidang kehidupan

Manusia Sabar, Manusia Efisien
BILA lahan pertanian tanaman pangan dunia dibagi rata ke seluruh penduduknya, maka masing-masing mendapatkan bagian 0.22 ha per penduduk. Tetapi bila lahan yang sama dipersempit khusus Indonesia dan dibagi juga dengan penduduk Indonesia saja, maka masing-masing penduduk hanya mendapatkan bagian 0.08 ha per penduduk. Fakta ini merubah persepsi kita tentang kekayaan alam yang kita miliki, bahwa sesungguhnya kita tidak memiliki kelebihan kekayaan alam – kita hanya akan bisa makmur bila kita bekerja sangat efisien!
Bila hanya dengan melihat luas lahan Indonesia yang bisa dipakai untuk bercocok tanam, maka Indonesia hanya memiliki luas areal pertanian 1.28 % dari luas areal pertanian dunia. Sementara itu jumlah penduduk Indonesia merupakan 3.51 %  dari jumlah penduduk dunia, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sekitar 1.25% – lebih tinggi pula dari rata-rata pertumbuhan penduduk dunia yang berada di kisaran 1.15 %. Artinya by default, orang Indonesia punya (potensi) problem pangan yang lebih besar dari rata-rata penduduk dunia. Lantas apa solusinya?

Secara sederhananya manusia Indonesia harus bekerja lebih keras dan lebih cerdas agar hasil pertaniannya bisa meningkat hampir tiga kali lipat dari hasil rata-rata pertanian penduduk dunia – untuk sekedar mencapai hasil pertanian yang mencukupi bagi rakyatnya. Dengan kata lain manusia Indonesia harus bisa bekerja jauh lebih efisien ketimbang rata-rata penduduk dunia.
Dan ini tentu sudah diupayakan secara maksimal oleh teman-teman ahli pertanian Indonesia dan juga oleh instansi-instansi yang terkait. Hasilnya kita ketahui bersama bahwa hingga kini kita masih harus mengimpor begitu banyak bahan pangan kita mulai dari gandum, susu, daging, kedelai dlsb.
Dengan trend pertumbuhan penduduk negeri ini yang cenderung lebih tinggi dari pertumbuhan rata-rata penduduk dunia – bila kita tidak berbuat sesuatu yang luar biasa di jaman ini – problem generasi mendatang akan menjadi jauh lebih berat.
Pertama karena tentu rasio antara pendududuk dan ketersediaan lahan produktif untuk produksi pangan akan terus menurun. Kedua negeri-negeri yang selama ini menjadi pengekspor bahan pangannya untuk kita – belum tentu bisa terus mengekspor produk mereka. Disamping kebutuhan negeri produsen sendiri yang juga meningkat, perebutan produksi pangan mereka dari negara-negara lain yang juga membutuhkan akan semakin keras persaingannya.
Dalam situasi seperti ini, siapa yang akan bisa mengatasi masalah yang akan semakin pelik tersebut? Dibutuhkan lebih dari ahli pertanian atau ahli pangan dalam mengatasi hal ini, dibutuhkan ahli pertanian atau pangan yang beriman, sabar dan mengerti apa yang harus mereka lakukan.
Dan ini berlaku umum, dalam bidang apapun ketika posisi kekuatan kita lemah dibandingkan yang lain – baik itu dibidang ekonomi, politik, pemikiran, peradaban – maka kita membutuhkan kekuatan ekstra untuk bisa mengungguli musuh atau pesaing-pesaing kita. Keunggulan ektstra itu hanya bisa dibangun dengan tiga hal tersebut yaitu keimanan, kesabaran dan kepahaman atas apa yang kita lakukan.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ إِن يَكُن مِّنكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُواْ مِئَتَيْنِ وَإِن يَكُن مِّنكُم مِّئَةٌ يَغْلِبُواْ أَلْفاً مِّنَ الَّذِينَ كَفَرُواْ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لاَّ يَفْقَهُونَ
“Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.” (QS al-Anfal [8]: 65)
Lantas apa hubungannya antara iman, sabar dan kepahaman itu dengan keunggulan atau kemenangan kita atas orang lain yang tidak beriman, yang tidak sabar dan tidak mengerti/tidak paham ?
Dengan iman orang akan meyakini bahwa adalah Sang Pencipta – Yang Maha Kuasa – yang menentukan hasil kerja kita, kita hanya bisa bekerja  tetapi bukan kita penentu hasilnya. Dengan iman pula kita yakin akan adanya petunjuk yang menuntun kita dalam setiap aspek kehidupan. Hanya dengan imanlah semangat berjuang kita bisa dikobarkan – tanpa harus diming-imingi hasil jangka pendek.
Orang yang mengandalkan ilmu dan teknologi-nya semata untuk mengatasi persoalan hidupnya, mereka akan seperti mengejar fatamorgana – mereka mengira bahwa ilmu dan teknologinya cukup untuk menjawab segala persoalan hidup mereka – tetapi nyatanya tidak. Persoalan hidup berlari lebih kencang ketimbang ilmu dan teknologi manusia yang mengejarnya. Ilmu dan teknologi manusia tentu saja sangat penting, tetapi itu saja tidak cukup.
Kemudian dengan sabar orang bisa mengendalikan perasaan dan keinginan-keinginannya, dengan sabar orang bisa mengambil keputusan berdasarkan akalnya bukan hanya perasaannya, tidak grusa-grusu. Sabar membuat kita kuat dalam pendirian, kuat dalam tekad, berani mengambil keputusan dan istiqomah dalam memperjuangkan apa yang kita putuskan.
Dengan sabar orang tidak terganggu akal dan pikirannya meskipun dia dalam duka dan penderitaan, tidak tergoda untuk memperoleh hasil jangka pendek dengan mengorbankan tujuan jangka panjang.
Ayat tersebut di atas sekaligus juga membalikkan persepsi kita selama ini yang terkesan bahwa orang sabar itu cenderung identik dengan kerja lamban, nrimo dengan hasil seadanya dan sejenisnya. Justru sebaliknya, bahwa orang sabarlah yang memiliki produktifitas tertinggi dengan hasil 10 kali lipat dibandingkan dengan orang lain yang tidak sabar.
Bagaimana orang sabar melakukan hal ini? Dia paham tentang tujuan hidupnya dan paham apa-apa yang harus diperjuangkannya. Orang yang tidak beriman berjuang untuk keperluan duniawinya semata karena mereka tidak memahami tujuan hidup yang sesungguhnya. Orang beriman berjuang untuk mencari keridlaanNya semata dan tidak tergoda untuk hasil jangka pendek.
Lantas apa hubungannya antara ayat di atas dengan sumber daya alam dan (potensi) problem pangan kita ?
Selama ini kita mengolah tanah dengan tidak ada bedannya dengan mereka yang tidak beriman – karena juga dari merekalah kita belajar pertanian. Kita terobsesi dengan hasil jangka pendek untuk solusi masalah-masalah yang juga jangka pendek. Sangat sedikit yang berorientasi jangka panjang dan menggunakan petunjukNya untuk solusi masalah-masalah dalam jangka panjang – once for all, satu kali solusi untuk selamanya.
Solusi untuk pangan jangka panjang kita antara lain dapat kita lihat di rangkaian ayat-ayat berikut : “maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.” (QS ‘abasa [80]: 24-32)
Dari rangkaian ayat di atas kita tahu bahwa hanya satu dari lima sumber makanan kita yang memerlukan sawah. Selebihnya tidak harus di sawah, cukup di lahan-lahan lainnya yang semula tidak subur sekalipun – karena ada petunjukNya untuk menyuburkan lahan yang mati (QS 36:33).
Rangkaian ayat di atas juga mengindikasikan efisiensi penggunaan lahan yang kita miliki, bukan hanya tanaman tumpang sari biasa – tetapi polyculture yang memberikan sejumlah hasil pertanian sekaligus, mix antara pertanian tanaman semusim untuk bahan pangan, tanaman jangka panjang juga untuk pangan serta sekaligus lahan gembalaan untuk produksi daging, susu, pakaian dlsb.
Dengan ini  bisa kita melihat, hanya dengan petunjukNyalah mata kita terbuka lebar – bahwa solusi untuk berbagai masalah kehidupan itu memang hanya ada di petunjukNya tersebut. Tetapi untuk bisa menggunakan petunjukNya ini tentu pertama harus kita imani dahulu, yang kedua harus kita amalkan dengan kesabaran dan yang terakhir kita memang harus tahu apa yang kita lakukan ini dan mengapa kita melakukannya.
Sabar tidak identik dengan nrimo dan kerja alon-alon, sabar yang dilandasi dengan keimanan dan kepahaman justru akan meningkatkan efisiensi umat ini dalam segala bidang kehidupan. InsyaAllah.*
Muhaimin Iqbal 
Direktur Gerai Dinar

sumber : Hidayatullah
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BOYOLALI KOMUNITAS - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger