Program stop buang air besar (BAB) sembarangan yang dicanangkan Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali sejak tahun 2010 mampu mengurangi angka BAB sembarangan. Dari semula perilaku penduduk yang masih BABS mencapai 38% saat ini berkurang tinggal 16%.
Kasi Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan (Dinkes) Boyolali, Eko Budi Siswanto, mengungkapkan, sampai saat ini dari 267 desa di Boyolali, yang sudah dinyatakan stop BABS mencapai 54 desa. Sedangkan dari pencanangan stop BABS tahun 2010, tingkat kesadaran untuk tidak BABS meningkat signifikan dari 64 persen menjadi 84 persen tahun ini. Ditargetkan pada tahun 2018 nanti capaian stop BABS bisa mencapai 100 persen masyarakat di Kota Susu.
“Saat ini sudah 84 persen penduduk yang tidak BABS, sisanya menjadi pekerjaan rumah kami hingga 2017 nanti,” ungkap Eko, Kamis (21/8).
Di sisi lain, Kepala Dinkes Boyolali Yulianto Prabowo, menjelaskan, mengubah perilaku BABS masyarakat sangat sulit dan butuh waktu. Diakui, pelaksanaan program sempat berjalan lambat mengingat budaya perilaku yang sudah tertanam di masyarakat. Namun setelah diluncurkan program sanitasi total berbasis masyarakat (STBM), yang berbasis kebijakan bottom up, mampu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak BABS secara signifikan.
“Memang sulit merubah perilaku, perlu suatu dorongan yang kuat,” ujar Yulianto.
Melalui program STBM, petugas kesehatan turun ke bawah untuk menangkap aspirasi mengenai persoalan sanitasi dan memfasilitasi solusi. Sehingga dorongan untuk merubah perilaku akan datang sendiri dari masyarakat. Salah satu solusi yang difasilitasi Dinkes yakni dengan menyediakan tekonologi tepat guna, yakni alat cetak jamban yang dapat dimanfaatkan warga untuk wirausaha sanitasi di lingkungan masing-masing.
“Kami juga memberikan pelatihan mencetak kloset, biaya produksinya hanya Rp 15 ribu/kloset,” jelasnya singkat.
Perlu penanganan dan rtindak lanjut khusus agar kebutuhan kesehatan terpenuhi.
BalasHapus